Nabi Musa As pun melakukan hal yang sama
seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim As. Sumber kekefiran, kemusyrikan dan
kedzaliman saat itu adalah Fir`aun dan kroni-kroninya.
Nabi Musa dalam melaksanakan misi
kenabiannya harus berurusan dengan kekuatan kafir dan penindas. Ia bertugas
mengajak Bani Israil untuk menyembah Allah Yang Esa, juga membebaskan mereka dari perbudakan. Fir`aun adalah
pemimpin kafir dan tiran yang ditopang oleh kekuatan besar: Qarun sang konglomerat korup, Haman sang
ilmuwan/teknokrat konseptor pemerintahan tiran dan ekonomi korup, dan Bal`am
sang Ulama pembelai rakyat yang pro
penguasa tiran.
Dalam
menjalankan misinya, Musa harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan itu. Karena
beratnya tugas yang harus diembannya, maka ia meminta kepada Tuhannya untuk
menjadikan Harun, saudaranya, sebagai Nabi yang dapat meringankan tugasnya.
Dengan berbekal keimanan, kesabaran, dan perjuangan hebat, akhimya Musa dapat
mengalahkan kekuatan kafir dan lalim itu.
Nabi Musa a.s. dibantu Nabi Harun a.s. berhadapan dengan
kekuatan: Fir`aun, Qarun, Haman, dan
Bal`am
Peristiwa serupa terjadi pula di zaman Nabi terakhir
Muhammad Saw. Ka`bah saat itu menjadi sumber kemusyrikan bangsa Arab. Tidak
kurang dari 360 buah patung berdiri kokoh di atas Ka`bah. Tatkala menguasai
Makkah, Rasulullah Saw segera memerintahkan pengikutnya untuk menghancurkan
seluruh patung yang ada di Ka`bah.
Nabi terakhir, Muhammad, dalam menjalankan
kedua misi kenabiannya berhadapan pula dengan kekuatan-kekuatan kafir dan
lalim. Selama periode Makkah, Nabi dan umat Islam mendapat perlakuan kejam dari
kafir Quraisy. Nabi dilempari dengan
kotoran dan dalaman perut binatang, dijebak terperosok ke dalam lubang yang
sudah dipersiapkan, diteror, diusir, dan
berbagai upaya pembunuhan. Embargo ekonomi pun diberlakukan bukan hanya kepada
Nabi dan kaum muslimin, bahkan juga kepada Bani Hasyim dan Bani Muthallib
(kerabat dekat Nabi). Selama 3 tahun Nabi dan kaum muslimin diembargo di lembah
Abu Thalib sehingga banyak di antara pengikut awal Islam yang syahid. Siti
Khadijah, istri Nabi yang sangat kaya, ikut menderita juga. Istri yang agung
ini pun kemudian syahid beberapa saat setelah berhentinya embargo. Sebagian
kaum muslimin awal ini pun terpaksa
mengungsi – berhijrah – di Ethiopia, sebuah negeri Kristen di Aprika tapi
rajanya dikenal adil.
Kepada
Abu Thalib – yang memelihara dan melindungi Nabi, kafir Quraisy meminta
bantuannya agar paman Nabi itu merayu menghentikan da`wah Nabi dengan imbalan
Nabi diberikan kekayaan yang melimpah, seluruh wanita pilihan, bahkan hingga jabatan tertinggi. Tapi Nabi malah
menjawabnya: Jangankan itu semua. Sekiranya matahari di tangan kananku dan
bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan da`wah dan berjuang hingga
tegaknya agama Allah atau aku mati karenanya. Saking frustasinya kafir Quraisy
meminta Abu Thalib menyerahkan Nabi.
Sebagai gantinya paman Nabi itu diberi
seorang pemuda ganteng, yang malah membuatnya berang. Jadi, kata Abu Thalib, kau minta aku menyerahkan anakku
untuk kau bunuh dan kau serahkan anakmu untuk aku beri makan? Enyahlah kalian dari sisiku!
Sepeninggal Abu Thalib, kafir Quraisy semakin giat menteror
dan berusaha membunuh Nabi, sehingga Nabi pernah mengungsi ke Thaif (sekitar 40
km dari Makkah), yang malah mendapat perlakuan kasar juga (karena dipropokasi
kafir Quraisy). Nabi pun akhirnya mengajak kaum muslimin meninggalkan Makkah
dan berhijrah ke Madinah.
Setelah Nabi berhasil membina keimanan, kesabaran, dan jiwa
juang pengikutnya, dan berhasil pula
menjadikan Madinah sebagai Pusat Islam
(Islamic Centre), gempuran dari pihak kafir dan lalim berlangsung tiada
henti-hentinya. Puluhan kali Nabi dan umat Islam harus berjuang menghadapi
perang yang dipaksakan oleh musuh-musuh Islam. Perang Badar dan Perang Uhud
(dengan kafir Makkah), Perang Khandaq (dengan sekutu kafir Makkah-Yahudi),
Perang Khaibar (dengan Yahudi Khaibar), dan Perang Mu`tah (dengan kekaisaran
Rumawi) merupakan contoh dari peperangan yang dipaksanakan terhadap Nabi dan
kaum muslimin.
No comments:
Post a Comment