Muhammad SAW Menjadi Nabi Penutup

Apakah Setiap Zaman Berbeda?

Para pembaca tidak boleh punya pikiran aneh. Misalnya, karena setiap zaman memiliki kebutuhan tersendiri (sesuai dengan situasi-kondisi), maka zaman sekarang  pun kita harus punya hukum yang berbeda dengan hukum yang berlaku di zaman Nabi Muhammad Saw! Pikiran ini tidak benar. Sebabnya, zaman sekarang adalah zamannya Nabi Muhammad Saw. Jadi, kita berada pada satu zaman. Bahkan hingga Hari Kiamat pun kita hidup dalam satu zaman, yaitu zaman Nabi Muhammad Saw. Karena itu hukum yang berlaku bagi kita adalah hukum yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw.

Kita tidak boleh punya pikiran bahwa hukum qishash, misalnya, sudah out of date (ketinggalan zaman). Itu artinya kembali mundur ke belakang, ke zaman Kristiani. Tidak! Hukum qishash tetap up to date (sesuai dengan tuntutan zaman), karena kita berada pada zaman yang sama, yaitu zamannya Nabi Muhammad Saw. Sengaja kalimat ini diulang- ulang karena ada sementara cendekiawan (bahkan mungkin ada juga Ulama) yang menganggap bahwa sebagian hukum Islam  sudah  ketinggalan  zaman.  Na`udzu  billahi  min dzalik. Jangan-jangan maraknya kriminalitas pembunuhan di  berbagai negeri karena tidak ditegakkannya hukum qishash. Di sinilah para ahli hukum perlu berpikir dan bertindak arif. Bahwa rahasia Ilahi harus kita gali sedalam-dalamnya, jangan sampai kita tidak bisa mempertanggung-jawabkan perbuatan dan argumentasi kita di hadapan Hakim Yang Maha Adil, Allah SWT.

P erbedaan kedua di antara para Nabi adalah pada peringkat ajaran-ajaran yang mereka berikan. Setiap nabi yang datang belakangan – sejalan dengan kemajuan umat  manusia– menyampaikan ajaran-ajarannya pada peringkat yang lebih tinggi (dari ajaran nabi sebelumnya). Sebagai contoh, terdapat perbedaan yang besar dalam peringkat ajaran-ajaran  Islam dan ajaran-ajaran para nabi yang terdahulu mengenai asal mula (kejadian) dunia, tentang kebangkitan dan alam semesta. Pembaca bisa membandingkan tentang tema-tema ini dalam Al-Quran dan kitab-kitab sebelum Al-Quran.

Al-Quran menyatakan secara khusus bahwa nabi-nabi merupakan satu rangkaian mata rantai tunggal yang  konsisten. Nabi-nabi yang diangkat terdahulu merupakan perintis dari nabi-nabi yang diutus belakangan, dan mereka yang diutus belakangan menguatkan dan mendukung nabi- nabi sebelumnya. Al-Quran juga menyebutkan secara khusus bahwa semua nabi diminta untuk membuat perjanjian yang kukuh untuk saling mendukung di antara mereka.

Al-Quran menyuguhkan agama sejak Nabi Adam hingga penutup para nabi sebagai suatu proses yang berkelanjutan. Allah memberi nama kepada agama yang satu itu dengan satu nama saja, yaitu Islam (yakni kepasrahan kepada ketentuan Allah). Tentu saja, ini tidaklah berarti bahwa di setiap masa agama diserukan dan dikenalkan di kalangan umat manusia dengan nama Islam, melainkan  bahwa realitas agama memiliki sifat yang dicerminkan oleh kata Islam. Dalam Al-Quran, para nabi menyebut dirinya muslim dan meminta keluarganya untuk menjadi muslim sampai mati. Dalam Qs Al-Baqarah/2: 132 disebutkan:

Ibrahim berwasiat dengannya (yaitu dengan Islam), juga Ya`kub: “Wahai anak-anakku sesungguhnya Allah telah memilihkan untukmu suatu agama (yang benar), maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim (tunduk patuh pada ajaran Allah)”.


PELU KALIAN KETAHUI !

Muhammad Saw Sang Nabi Penutup

Tadi secara istilahi atau epistimologis disebutkan, “Islam” adalah satu agama dan sistem ajaran Ilahiyah (ketuhanan) yang berasal dari Allah SWT yang disampaikan kepada umat manusia melalui risalah yang diterima dan diteladankan oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam pengertian ini, nama “Agama Islam” merupakan sebuah nama agama yang eksklusif, yakni hanya agama yang dibawakan dan diteladankan oleh Nabi Muhammad Saw. Agama Islam ini – sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran – merupakan agama yang memiliki seperangkat ajaran yang lengkap  dan sempurna. Dalam Al-Quran surat 5/Al-Maidah ayat 3 dijelaskan:

Pada hari ini Aku lengkapkan agamamu dan Aku sempurnakan nikmat-Ku atasmu dan Aku ridla Islam sebagai agamamu.

Sebagaimana telah disebutkan, meskipun pesan-pesan yang dibawa para Nabi mengandung perbedaan-perbedaan sekunder dan kecil, tetapi para Nabi adalah pembawa pesan yang satu dan sama. Mereka memiliki suatu aliran pemikiran yang sama. Aliran pemikiran ini disuguhkan secara gradual (bertahap) sesuai dengan kemampuan umat manusia, sampai mereka mencapai titik perkembangan di mana aliran pemikiran ini bisa disuguhkan dalam bentuknya yang sempuma. Ketika itulah kenabian berakhir. Versi yang sempuma dari aliran pemikiran ini disuguhkan melalui pribadi Muhammad bin Abdullah, dan disertai Kitab Suci terakhir yang abadi, yaitu Al-Quran.

Sekarang marilah kita tilik, mengapa di masa lampau misi kenabian diulang-ulang dan nabi-nabi datang silih berganti, susul-menyusul, meskipun kebanyakan dari mereka bukan nabi pembawa hukum Ilahi melainkan para Nabi penda`wah. Mengapa demikian?

Di sini kita perlu membahas alasan-alasan bagi diperbaharuinya misi-misi kenabian. Meskipun kenabian merupakan alur yang berkelanjutan dari pesan Ilahi, dan agama hanyalah satu kebenaran tunggal, tetapi ada beberapa alasan bagi diperbaharuinya kenabian dan munculnya nabi-nabi, baik yang membawa hukum Ilahi maupun yang hannya menda`wahkannya saja.

No comments:

Post a Comment