Apa
Tauhid itu?
Tauhid (meng-Esa-kan Allah) merupakan
akumulasi kesadaran akan fakta bahwa kita berasal dari Allah dan akan kembali
kepada-Nya. Semua kita – bahkan juga alam semesta – bergerak menuju kesempurnaan
sesuai dengan "kodratnya" masing- masing.
(Hati-hati! Makna "sempurna"
untuk makhluk sebenarnya tidak sempurna, karena
kesempurnaannya itu dibatasi oleh "kodrat"-nya. Jika terbatas
artinya tidak sempurna, karena kesempurnaan-sejati tidak menghendaki adanya
batasan-batasan).
Karakter ketergantungan keberadaan alam
semesta menunjukkan intensitas keterarahannya kepada satu tujuan yang sama.
Semuanya terarah menuju kesempurnaannya untuk menghampiri yang Maha Sempurna,
Allah SWT.
Kesempurnaan pepohonan adalah tumbuh- berkembang menjadi
pepohonan yang sempurna sesuai dengan jenis dan kodratnya. Kesempurnaan padi
adalah tumbuh-berkembang menjadi tangkai padi yang keras, bercabang banyak, dan
menghasilkan butir-butir padi yang banyak, padat, besar-besar, enak rasanya,
dan harum baunya. Kesempurnaan pohon jati adalah tumbuh-berkembang menjadi
pohon jati yang tegak lurus, besar dan keras, menghasilkan bibit pohon jati
unggulan, dan kemudian menjadi bahan bangunan
yang kokoh atau menjadi kursi, lemari, dan tempat tidur yang nyaman dan
indah dipandang mata. Dan sebagainya.
Kesempurnaan
binatang adalah tumbuh dan berkembang-biak
menjadi binatang yang sempurna sesuai dengan jenis dan kodratnya. Kesempurnaan
ayam adalah tumbuh menjadi ayam dewasa yang sehat, gemuk, dan menghasilkan daging ayam yang
tebal, renyah dan gurih, atau menghasilkan telor yang banyak dan bagus-bagus.
Kesempurnaan sapi adalah tumbuh menjadi sapi dewasa yang sehat dan gemuk
serta menjadi makanan yang lezat, atau
menghasilkan susu yang kental dan banyak, juga berkembang-biak melahirkan anak-anak
sapi unggulan Dan sebagainya.
Tapi kesempurnaan manusia berbeda dengan
pepohonan dan binatang. Kesempurnaan manusia tidak berhenti pada tumbuh
berkembang menjadi besar dan dewasa serta melahirkan generasi baru anak-anak
manusia yang sehat dan kuat, melainkan lebih dari itu.
Manusia bukan sekedar makhluk jasmaniah, melainkan sekaligus
sebagai makhluk ruhaniah. Malah, substansi manusia justru ruhani-nya.
Dimensi jasmaniah manusia – dalam hal tumbuh dan berkembang
– sama saja dengan binatang dan pepohonan. Malah, dalam hal-hal tertentu bisa
lebih rendah. Bayi manusia lahir dalam keadaan sangat lemah, yang untuk dapat
tumbuh dan berkembangnya memerlukan perawatan yang ketat dan penuh hati-hati.
Berbeda dengan bayi hewan dan bibit tetumbuhan yang dapat tumbuh dan berkembang
dengan perawatan alakadarnya sekalipun. Malah tanpa perawatan manusia pun,
beberapa jenis binatang dan pepohonan bisa tumbuh dan berkembang secara
sempurna.
Untuk
mencapai kesempurnaannya, manusia harus mengembangkan dimensi ruhaniahnya
setinggi- tingginya mendekati Allah Yang Maha Tinggi. Di sinilah justru esensi tauhid.
Tauhid bukanlah sekedar sebuah pengakuan
akan ke-Esa-an Allah. Bila sebuah pengakuan saja, maka iblis la`natullah juga (semoga la`nat Allah
menimpa dirinya) adalah bertauhid. Malah iblis juga berdo`a kepada Allah
meminta umur panjang, sebagaimana dalam Al-Quran surat Al-A`raf ayat 12-15
berikut:
Allah berfirman: "Apakah yang
menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?"
Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari
api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah."
Allah berfirman: "Turunlah kamu dari
surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya; maka
keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina."
Iblis menjawab: "Beri tangguhlah saya
sampai waktu mereka dibangkitkan. Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu
termasuk mereka yang diberi tangguh."
“Tauhid bukanlah sekedar
sebuah pengakuan akan ke-Esa-an Allah.
Bila sebuah pengakuan saja, maka iblis bertauhid, karena
iblis meyakini Allah sebagai Tuhannya”
Dalam empat ayat di atas, iblis menyebut Allah sebagai
Pencipta dirinya dan Pencipta Adam. Karena diusir dari surga, iblis pun memohon
kepada Allah untuk diberi umur panjang agar dapat
menjerumuskan manusia dari jalan yang benar, dan Allah pun mengabulkan
permohonannya sehingga iblis sampai sekarang masih hidup dan selalu menyesatkan manusia.
Oleh
karena itu, sekali lagi, tauhid bukanlah sekedar pengakuan akan ke-Esa-an
Allah, bukan sekedar mengakui Allah sebagai Sang Pencipta (saja). Bertauhid memerlukan pengetahuan yang luas
dan mendalam tentang ke-Esa-an Allah (artinya
harus terus-terusan belajar tentang tauhid), sikap tunduk dan patuh di hadapan
Allah, dan mengembangkan ruhani setinggi-tingginya untuk menyatu dengan Allah,
disertai penolakan dan kebencian terhadap segala bentuk syirik, kufur, dan nifaq.
Singkatnya,
menurut Sayyid Quthub, keimanan bukanlah sesuatu yang terpenjara dalam hati
atau tersimpan di peti intelektualisme. Iman tidak cukup dengan sekedar tashdiq (pengakuan dalam hati) dan iqrar (pengakuan
dalam bentuk ucapan), atau sekedar ma`rifat. Iman mesti disertai dengan amal
perbuatan. Meskipun beribu-ribu kali seseorang mengatakan
dirinya mu`min, namun jika pengakuannya
tidak disertai dengan amal, maka dia bukanlah seorang mu`min. (Afif Muhammad, 2004, hal. 137-138).
“Iman mesti disertai dengan amal perbuatan (Sayyid Quthub)”
No comments:
Post a Comment