Apa Islam itu?
Secara lughawi atau etimologis, kata “Islam”
berasal dari tiga akar kata, yaitu:
1. Aslama, artinya berserah diri atau tunduk patuh;
2. Salam, artinya damai atau kedamaian;
3. Salamah, artinya keselamatan.
Melihat akar katanya,kata
“Islam” mengandung makna-makna berikut:
1.
berserah diri atau tunduk patuh, yakni
berserah diri atau tunduk patuh pada aturan-aturan hidup yang ditetapkan oleh
Allah SWT (dan Nabi utusan-Nya);
2.
menciptakan rasa damai dalam hidup, yakni
kedamaian jiwa atau ruh. Dengan berpegang pada aturan-aturan hidup yang
ditetapkan oleh Allah SWT (dan Nabi utusan-Nya), maka jiwa atau ruh menjadi
damai (tentram). Mengapa para syuhada (orang yang mati syahid) gigih berjuang
di jalan Allah walau nyawa mereka menjadi taruhannya, karena jiwa mereka
dijamin berada di sisi Allah
SWT. Kedamaian apa lagi yang dicari manusia selain berada di sisi-Nya
3.
menempuh jalan yang selamat, yakni
mengamalkan aturan-aturan hidup yang ditetapkan oleh Allah SWT (dan Nabi
utusan-Nya), agar mencapai keselamatan di dunia dan akhirat serta terbebas dari
kesengsaraan/ bencana abadi (di dunia dan akhirat). Melaksanakan kewajiban dan
kebajikan serta menghindari segala yang dilarang Allah adalah jalan menuju
keselamatan dunia dan akhirat
Berdasarkan akar kata
“Islam” tersebut, maka siapa saja yang meyakini dan mengamalkan aslama, salam, dan salamah dapat disebut beragama Islam. Atas
dasar akar kata itu pula, maka semua Nabi membawa agama yang sama, yakni Islam (sekalipun mungkin namanya bukan
Islam, karena, antara lain perbedaan bahasa para Nabi. Tapi esensi agama setiap
Nabi adalah Islam).
Adapun
secara istilahi atau terminologis, “Islam” adalah
agama yang diturunkan dari Allah SWT kepada umat manusia melalui penutup para
Nabi (Nabi Muhammad Saw). Oleh karena itu, sebutan “Islam” sebagai nama
suatu agama, hanya berlaku secara eksklusif untuk agama yang dianut dan
diamalkan oleh pengikut Nabi Muhammad saw.
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal
kepada-Nya-lah menyerahkan
diri (aslama) segala apa yang
ada di langir dan di bumi, baik dengan suka
maupun terpaksa, dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” (Qs. Ali Imran/3: 83)
Inti Islam
adalah taslim hati
Makna Taslim (Berserah Diri)
Taslim (berserah
diri) ada tiga tingkatan. Tingkatan taslim yang paling rendah adalah taslim fisik, kemudian taslim akal, dan yang tertinggi adalah taslim hati.
Taslim fisik adalah
menyerah secara fisik karena dikalahkan oleh lawan yang memiliki fisik lebih
kuat. Contohnya, petinju yang di-knock out dan
tidak bangkit lagi. Petinju ini dinyatakan kalah, dan ia pun – suka
ataupun tidak suka – menerima kekalahannya. Tapi ini bentuk taslim fisik, yang biasanya tidak disertai taslim akal, terlebih-lebih taslim hati. Ia hanya sekedar taslim fisik karena dikalahkan oleh lawan
tanding yang lebih kuat. Kita sering menyaksikan ketika petinju itu
diwawancarai, ia menyatakan "saat ini saya mengakui dia lebih hebat, tapi
lain kali saya akan mengalahkannya." Artinya akal dan hatinya tidak taslim; yang taslim hanyalah fisiknya.
Taslim akal adalah taslim atau menyerah karena kelemahan
dalil, logika, dan argumentasi. Taslim akal sering terjadi di kalangan
ilmuwan, termasuk para ahli agama, ketika mereka berdebat dan kehabisan dalil,
logika, dan argumentasi karena dikalahkan oleh dalil, logika, dan argumentasi
yang lebih kuat. Tapi taslim akal pun tidak serta merta membuat taslim hati. Seringkali para ilmuwan dan
agamamawan yang kalah dalil, lemah logika, dan lemah argumentasi tetap saja
berpegang pada keyakinan-keyakinan lamanya, padahal keyakinan-keyakinan lama
itu tidak memiliki dalil yang kokoh serta logika dan argumentasi yang kuat.
Faktor pendorong utama tidak taslim hati, walaupun akalnya sudah taslim,mungkin karena fanatisme
(berlebihan), jaga gengsi, dan takut kehilangan pengikut; atau karena
hatinya memang kufur.
Taslim hati adalah
kepasrahan total terhadap kebenaran yang datang dari Allah SWT. Inilah makna
Islam yang sebenarnya. Seseorang yang hatinya sudah taslim terhadap Islam, maka akal dan
jasmaninya akan taslim pula. Akalnya akan diarahkan untuk
memahami ajaran Islam, memahami Al-Quran, dan mengamalkan Islam. Orang yang
sudah mencapai taslim hati tidak akan mencari-cari
dalil, logika, atau argumentasi yang rapuh. Malah ia akan mengubah akalnya dan
meninggalkan keyakinan lama yang memang keliru dan tidak benar. Orang yang
sudah mencapai taslim hati akan mendorong pula jasmaninya
untuk melakukan amalan-amalan yang diperintahkan atau dilarang agama. Ia akan
tergerak melangkahkan kakinya untuk melakukan amal-amal saleh dan menahan
tangannya dari mengambil barang-barang yang haram dan yang syubhat (samar-samar, tidak jelas halal-haramnya).
Orang yang sudah mencapai taslim hati akan mempelajari tata cara
peribadatan yang benar, akan mempelajari tata cara shalat yang benar, akan
meluruskan niat shalatnya lillahi
Ta`ala, berdiri tegak,
bertakbir, membaca Al-Fatihah, dan seterusnya. Orang yang sudah mencapai taslim hati akan selalu berpikir Islami,
mengambil keputusan atas dasar pertimbangan Islam, dan melakukan segala
tindakan berdasarkan Islam .
No comments:
Post a Comment