ISLAM ADALAH HIDAYAH

Islam adalah Petunjuk Hidup

Masyarakat sering memandang hidayah (petunjuk dari Allah) bersifat pasif. Jika ada seseorang yang belum sadar beragama, misalnya tidak shalat, maka komentar  keluarga dan koleganya "orang itu belum mendapat hidayah". Padahal hidayah haruslah difungsikan, dipelajari, dan diamalkan.

Qs. 2/Al-Baqarah ayat 38-39 membicarakan tentang hidayah, yang terjemahnya sbb:

Kami berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang  siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Hidayah adalah petunjuk dari Allah bagi manusia untuk menempuh kehidupannya di dunia agar mereka meraih kebahagiaan abadi dan terhindar dari bencana neraka:

Hidayah ada empat tingkatan, yaitu:

(1)  Hidayah ghariziyah atau fitriyah (bersifat instinktif), yaitu petunjuk hidup yang bersifat bawaan untuk survive (bertahan hidup), yang diberikan Allah SWT kepada setiap makhluk hewani sejak saat dilahirkan ke dunia.

(2)  Hidayah hissiyah (bersifat indrawi), yaitu petunjuk berupa kemampuan indra dalam menangkap citra lingkungan hidup sehingga ia dapat menentukan lingkungan mana yang sesuai dengannya (kemampuan adaptif).

(3)  Hidayah aqliyah (bersifat intelektif), yaitu petunjuk hidup yang diberikan Allah berupa kemampuan  berfikir sehingga mampu mengolah segala informasi yang ditangkap melalui indra dan akal murni. Dengan hidayah ini manusia mampu merumuskan filsafat hidup, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan merekayasa lingkungan hidup untuk menciptakan kebahagiaan, kesejahteraan, kenyamanan, dan kemudahan hidup.

(4)  Hidayah diniyah (agama), yaitu petunjuk hidup yang diberikan Allah SWT berupa ajaran agama untuk kebahagiaan abadi dan menghindari kesengsaraan di dunia dan akhirat. Petunjuk diniyah dibawakan oleh para Nabi utusan Allah disertai Kitab Suci.




Hidayah (ghariziyah dan hissiyah) diberikan kepada manusia dan binatang. Malah pada tahap tertentu dan pada jenis tertentu, hidayah yang diberikan kepada binatang  jauh lebih tinggi.Anjing, misalnya saja, memiliki penciuman yang sangat tajam. Tapi dengan kemampuan akalnya, manusia berhasil menciptakan alat bantu indrawi yang jauh lebih mumpuni ketimbang binatang. Lewat indra penglihatan manusia mampu menciptakan mikroskop yang mampu memperbesar benda-benda yang sangat kecil dan mengamati benda-benda lelangit. Lewat metode observasi manusi berhasil menyingkap misteri alam semesta dan mengantarkannya kepada keimanan Islam yang lebih tinggi

Adapun hidayah (aqliyah dan diniyah) hanya diberikan kepada manusia. Dengan kedua jenis hidayah inilah manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya.Dengan hidayah aqliyah manusia mampu menjawab berbagai persoalan pelik kehidupan, seperti: bagaimana awal kejadian alam semesta, bagaimana proses awal kejadian manusia, bagaimana takdir alam semesta di kemudian hari, bagaimana nasib manusia pasca kematiannya, bahkan sampai menemukan Tuhan. Malah menurut kaum Mu`tazilah, lewat akalnya manusia mampu menjawab beberapa persoalan pelik kehidupan, yaitu:

1.      Tuhan itu Ada
2.    Manusia wajib bersyukur kepada Tuhan
3.    Manusia tahu hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk
4.    Manusia yang bersyukur pada Tuhan dan berbuat baik pasti masuk surga; dan sebaliknya, manusia yang kufur pada Tuhan dan berbuat buruk pasti masuk neraka
5.     Adanya tempat kembali di antara surga dan neraka

Walau kemampuan akal begitu tinggi, tapi kaum Mu`tazilah sekalipun mengakui peranan agama. Akal hanya mengetahui besarannya saja, sementara rinciannya tidak mengetahuinya. Agamalah yang merinci petunjuk-petunjuk hidup. Misal, akal tidak mengetahui bagaimanakah cara bersyukur kepada Tuhan. Lewat agama manusia berhasil menemukan petunjuk cara-cara shalat dan ibadah-ibadah lainnya.  Akal tidak tahu rincian  yang baik dan  yang  buruk. Agama merincinya hingga yang sekecil-kecilnya. Lewat akal saja manusia tidak berhasil menemukan keburukan babi.  Tapi agama sudah mengharamkannya sejak 14 abad yang lampau. Baru akhir-akhir ini ilmu pengetahuan (akal) menemukan keburukan-keburukan babi jika dikonsumsi  oleh manusia.

Tapi bagi kebanyakan Ulama, agama bukan hanya menjelaskan detail-detail petunjuk, tapi justru memberikan petunjuk yang umum dan sekaligus petunjuk yang khusus.

Dengan hidayah diniyah-nya (petunjuk agama), manusia dapat mencapai derajat yang lebih tinggi dibanding malaikat. Para Nabi dan para Wali Allah adalah manusia- manusia sempurna yang telah mencapai derajat malaikat muqarrobun (malaikat yang dekat dengan Tuhan), bahkan lebih tinggi dari para malaikat.

Kitab Suci Al-Quran, jika dipelajari dan diamalkan, merupakan petunjuk (hidayah) bagi orang-orang yang bertakwa, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut:

Alif Lam Mim. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk (hidayah) bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, ... (dan seterusnya, Qs. 2/Al- Baqarah: 1-5)

Sebenarnya di antara keempat hidayah itu juga saling melengkapi. Hidaya diniyah memerlukan akal dan indrawi. Bagi manusia, hidayah-hidayah ini merupakan alat bantu untuk mempermudah kehidupannya.

Bagi manusia, hidayah ghariziyah (instinktif) merupakan alat bantu sementara, hidayah hissiyah (indrawi) alat bantu mediatif (antara), hidayah aqliyah (intelektual) alat bantu pengembangan, dan hidayah diniyah (agama) alat bantu penyempurnaan, yaitu mencapai kebahagiaan hakiki.


No comments:

Post a Comment